A.
Pengertian
Aktiva Lancar
Aktiva lancar atau dapat disebut Aset lancar. Aset
lancar (Inggris: current asset) dalam akuntansi adalah jenis aset yang dapat
digunakan dalam jangka waktu dekat, biasanya satu tahun.
B.
Jenis-jenis
aktiva lancar dalam akuntansi pajak:
• Kas
dan Bank
• Piutang
• Persediaan
C. Kas dan Bank
Kas
: Alat
pembayaran yang siap dan bebas digunakan untuk membiayai kegiatan umum
perusahaan.
Bank
: sisa
rekening giro perusahaan di bank yang dapat digunakan secara bebas untuk membiayai kegiatan umum perusahaan.
Adapun yang bukan termasuk kas & bank yaitu dana
yang disishkan untuk tujuan tertentu seperti : perangko, cek mundur, cek
kosong, rekening giro pada bank luar negeri yang tidak dapat segera dibayar.
Bunga
rekening giro :
F Akuntansi
Komersial : dicatat sebagai penghasilan
F Akuntansi
Fiskal : tidak dicatat sebagai penghasilan, karena bunga sudah dikenakan PPh
dengan tarif final 15% dan tidak boleh digabung dengan penghasilan yang lain
(dikenakan tarif umum).
Uang kas ini sangat mudah dipindahtangankan dan
mungkin tidak dapat dibuktikan sehingga penggendalian kas yang ketat sangatlah
penting, terutama sekali pengendalian interennya. Bentuk-bentuk prosedur
pengendaliannya terlihat antara lain :
F Untuk
penerimaan uang :
1.
Harus ditunjukkan dengan jelas
fungsi-fungsi dalam penerimaan kas dan setiap penerimaan kas harus segera
dicatat dan disetor ke bank.
2.
Diadakan pemisahan fungsi antara
pengurusan kas dengan fungsi pencatatan kas.
3.
Diadakan pengawasan yang ketat terhadap
fungsi penerimaan dan pencatatan kas.
4.
Dibuat laporan kas untuk setiap hari
sebagai pertanggungjawaban kas.
F Untuk
pengeluaran uang :
1. Pengeluaran
uang harus menggunakan cek, kecuali pengeluaran-pengeluaran yang jumlahnya
kecil, yaitu menggunakan kas kecil.
2. Dibentuk
kas kecil
3. Diadakan
pemisahan antara pihak yang mengumpulkan bukti pengeluaran, yang menulis cek
dan yang menandatangani cek serta yang mencatat pengeluaran kas.
4. Pemeriksaan
internal pengeluaran kas harian sebagai pertanggungjawaban.
Untuk tujuan pengendalian kas dan bank perusahaan
melakukan pemisahaan dana antara kas kecil (dipakai untuk pengeluaran harian)
dan kas besar (dipakai untuk pengeluaran tertentu). Dan pengelolaan kas kecil
dapat menggunakan dua metode yaitu metode imprest dan metode fluktuasi.
a.
Imprest
Method
Pada
metode atau system imprest, jumlah pada akun “kas kecil” selalu tetap, yaitu
sebesar cek yang diserahkan kepada kasir kecil untuk membentuk dana kas kecil.
Kasir kas kecil selalu menguangkan cek ke bank yang digunakan untuk membayar
pengeluaran kecil dan setiap melakukan pembayaran, kasir kas kecil membuat
bukti pengeluaran. Pencatatan pengeluaran dilakukan pada saat pengisian
kembali.
Contoh
:
PT.
ABC pada tanggal 1 Agustus 2009 membentuk dana kas kecil sebesar Rp.
1.000.000,00. Pengeluaran kas kecil sampai dengan 16 Agustus 2009 sebesar Rp.
800.000,00 dengan rincian berikut :
Beban
BBM Motor Operasional
|
Rp
|
450.000,00
|
Beban
Alat tulis Kantor
|
Rp
|
100.000,00
|
Beban
Angkut
|
Rp
|
200.000,00
|
Beban
Administrasi Kantor
|
Rp
|
50.000,00
|
Total
|
Rp
|
800.000,00
|
Pada
tanggal 16 Agustus 2009 dilakukan pengisian kembali.
Ayat
jurnal yang disusun atas transaksi di atas adalah :
a. Saat
Pengisian Kas kecil
Tgl
|
Akun
|
Debit
(Rp)
|
Kredit
(Rp)
|
1
Agt 2009
|
Kas
Kecil
|
1.000.000,00
|
|
Bank
|
|
1.000.000,00
|
b. Saat
Pengeluaran Kas
Tidak
perlu jurnal
c. Saat
Pengisian Kembali
Tgl
|
Akun
|
Debit
(Rp)
|
Kredit
(Rp)
|
1
Agt 2009
|
Beban
BBM Motor Operasional
|
450.000,00
|
|
|
Beban
Alat tulis Kantor
|
100.000,00
|
|
|
Beban
Angkut
|
200.000,00
|
|
|
Beban
Administrasi Kantor
|
50.000,00
|
|
|
Bank
|
|
1.000.000,00
|
b.
Fluctuation
Method
Metode fluktuasi (fluctuation method) tidak berbeda
dengan metode imprest dalam hal pembentukan dana. Namun pada metode fluktuasi,
saldo uang yang dicatat pada akun kas kecil selalu berubah (tidak tetap).
Fluktuasi tersebut sesuai dengan jumlah pengisian kembali dan
pengeluaran-pengeluaran dari kas kecil. Pencatatan dilakukan secara langsung
pada saat pengeluaran.
Contoh
:
PT
Andalan membentuk dana kas kecil sebesar Rp. 500.000,00 pada tanggal 1 Desember
2008. Transaksi yang terjadi selanjutnya sebagai berikut :
3 Des 2008
|
Membayar langganan surat kabar
|
Rp
|
60.000,00
|
8 Des 2008
|
Membeli buku-buku dan alat-alat tulis
|
Rp
|
120.000,00
|
12 Des 2008
|
Membayar rekening listrik
|
Rp
|
220.000,00
|
15 Des 2008
|
Mengisi kembali dana kas kecil
|
Rp
|
200.000,00
|
Ayat
jurnal yang dibuat untuk transaksi-transaksi diatas adalah :
Tgl
|
Akun
|
Debit (Rp)
|
Kredit (Rp)
|
1 Des 2008
|
Kas Kecil
|
500.000,00
|
|
|
Bank
|
|
500.000,00
|
3 Des 2008
|
Beban Langganan Surat Kabar
|
60.000,00
|
|
|
Kas
Kecil
|
|
60.000,00
|
8 Des 2008
|
Beban Alat Tulis Kantor
|
120.000,00
|
|
|
Kas
Kecil
|
|
120.000,00
|
12 Des 2008
|
Beban Listrik
|
220.000,00
|
|
|
Kas
Kecil
|
|
220.000,00
|
15 Des 2008
|
Kas Kecil
|
200.000,00
|
|
|
Bank
|
|
200.000,00
|
Pada
akhir periode tidak diperlukan lagi penyusunan ayat jurnal penyesuaian karena
setiap pengeluaran kas kecil telah dilakukan pencatatan.
Rekonsilasi Bank
Rekonsilasi
ini sangat bermanfaat untuk mengecek ketelitian pencatatan akun kas dan catatan
bank serta untuk mengetahui penerimaan atau pengeluaran yang telah terjadi di
bank tetapi belum dicatat oleh perusahaan. Akibat yang ditimbulkannya adalah
perbedaan antara saldo menurut catatan kas dengan saldo menurut laporan bank.
Apabila
dikelompokkan yang dapat menimbulkan perbedaan tersebut adalah :
1. Elemen-elemen
yang oleh perusahaan sudah dicatat sebagai penerimaan uang tetapi belum dicatat
oleh bank.
2. Elemen-elemen
yang sudah dicatat sebagai penerimaan oleh bank tetapi belum dicatat oleh
perusahaan.
3. Elemen-elemen
yang sudah dicatat oleh perusahaan sebagai pengeluaran tetapi belum dicatat
oleh bank.
4. Elemen-elemen
yang sudah dicatat oleh bank sebagai pengeluaran tetapi belum dicatat oleh
perusahaan.
Penyusunan
rekonsilasi bank dapat dilakukan dalam dua macam cara yaitu :
1. Rekonsilasi
saldo akhir yang bisa dibuat dalam 2 bentuk :
a. Laporan
rekonsiliasi saldo bank dan saldo kas untuk menunjukkan saldo yang benar.
b. Laporan
rekonsiliasi saldo bank pada saldo kas.
2. Rekonsilasi
saldo awal, penerimaan, pengeluaran, dan saldo akhir bias dibuat dalam bentuk :
a. Laporan
rekonsiliasi saldo bank pada saldo kas (4 kolom)
b. Laporan
rekonsiliasi saldo bank dan saldo kas untuk menunjukkan saldo yang benar (8
kolom)
Contoh
:
Laporan
rekonsiliasi saldo akhir berikut disusun berdasarkan data yang diperoleh dari
catatan PT Andalas pada tanggal 31 Desember 2007 :
Laporan bank
|
|
|
Jasa giro
|
Rp
|
10.600.000,00
|
Biaya bank
|
Rp
|
900.000,00
|
Saldo akhir
|
Rp
|
793.900.000,00
|
|
|
|
Perhitungan kas
|
|
|
Setoran dalam perjalanan
|
Rp
|
216.000.000,00
|
Uang kas yang belum disetor
|
Rp
|
48.000.000,00
|
|
|
|
Cek yang masih beredar
|
|
|
Nomor 0980
|
Rp
|
70.000.000,00
|
Nomor 0984
|
Rp
|
95.000.000,00
|
Nomor 0989
|
Rp
|
145.000.000,00
|
|
Rp
|
310.000.000,00
|
Diketahui
lebih lanjut bahwa terjadi kesalahan dalam mencatat penerimaan sebesar Rp.
121.400.000,00 salah dicatat sebesar Rp. 122.500.000,00 dan saldo akhir kas
sebesar Rp. 740.300.000,00.
Rekonsiliasi
laporan bank per 31 Desember 2008 dengan “T account” tampak sebagai berikut:
PT. Andalas
Rekonsiliasi Laporan
Bank
Per 31 Desember 2007
(dalam ribuan Rupiah)
Saldo Laporan Bank
|
793.900,00
|
Saldo Kas
|
|
740.300,00
|
|
Ditambah :
|
|
|
Ditambah :
|
|
|
Setoran dalam perjalanan
|
216.000,00
|
|
Jasa giro
|
|
10.600,00+
|
Uang kas belum disetor
|
48.000,00+
|
|
|
|
|
|
|
264.000,00+
|
Dikurangi :
|
|
|
|
|
1.057.900,00
|
Biaya bank
|
1.900,00
|
|
Dikurangi
|
|
|
Koreksi penerimaan
|
1.100,00+
|
|
Cek yang masih beredar :
|
|
|
|
|
3.000,00
|
Nomor
0980
|
70.000,00
|
|
|
|
|
Nomor
0984
|
95.000,00
|
|
|
|
|
Nomor
0989
|
145.000,00+
|
|
|
|
|
|
|
310.000,00-
|
|
|
-
|
Saldo bank yang benar
|
|
747.900,00
|
Saldo kas yang benar
|
|
747.900,00
|
Penyusunan
lainnya dapat dilakukan dengan laporan rekonsiliasi saldo bank pada saldo kas
sebagai berikut :
PT. Andalas
Rekonsiliasi Laporan Bank
Per 31 Desember 2007
(dalam
ribuan Rupiah)
Saldo
sesuai laporan bank
|
|
|
793.900,00
|
Ditambah
:
|
|
|
|
Setoran dalam
perjalanan
|
|
216.000,00
|
|
Uang kas belum
disetor
|
|
48.000,00
|
|
Biaya bank
|
|
1.900,00
|
|
Koreksi penerimaan
|
|
1.100,00+
|
|
|
|
|
267.000,00 +
|
|
|
|
1.060.900,00
|
Dikurangi
:
|
|
|
|
Cek yang masih
beredar
|
|
|
|
Nomor 0980
|
70.000,00
|
|
|
Nomor 0984
|
95.000,00
|
|
|
Nomor 0989
|
145.000,00+
|
|
|
|
310.000,00
|
|
|
|
|
10.600,00+
|
|
Jasa
Giro
|
|
|
320.600,00 -
|
Saldo
kas dalam buku
|
|
|
740.300,00
|
Ayat
jurnal dibuat atas rekonsiliasi bank tersebut adalah :
Tgl
|
Akun
|
Debit (Rp)
|
Kredit (Rp)
|
|
Kas
dan Bank
|
10.600.000,00
|
|
|
Penghasilan Jasa Giro
|
|
10.600.000,00
|
|
Biaya
Administrasi Bank
|
1.900.000,00
|
|
|
Kas dan Bank
|
|
1.900.000,00
|
|
Piutang
|
1.100.000,00
|
|
|
Kas dan Bank
|
|
1.100.000,00
|
Akuntansi pajak
Perlakuan
akuntansi kas dan bank ini tidak diatur tersendiri dalam Undang-undang Pajak,
sehingga dalam pengertian kas juga mengikuti ketentuan akunatansi komersial
seperti yang tidak termasuk kategori kas, yaitu :
- Deposito
- Persediaan Perangko dan Materai
- Uang Muka
- Cek mundur atau cek kosong
D.
Piutang Usaha
Pengertian Piutang
Piutang merupakan bagian dari aset lancar. Aset
lancar merupakan aset yang diharapkan akan direlisasi dalam siklus aset operasi
berjalan. Apabila ditinjau dari sumber terjadinya, piutang digolongkan menjadi
dua kategori:
1. Piutang
Usaha
Piutang
usaha (account receivables) meliputi piutang yang timbul karena adanya
penjualan produk atau penyerahan jasa dalam rangka kegiatan usaha normal
perusahaan. Piutang usaha terjadi karena penjualan barang atau penyerahan jasa
secara kredit. Piutang ini seluruhnya dapat dimasukkan ke dalam aset lancar,
dengan syarat jangka waktu penagihannya kurang dari satu tahun atau satu siklus
usaha normal.
2.
Piutang Lain-lain
Piutang
lain-lain (other receivables) timbul dari transaksi di luar kegiatan usaha
normal perusahaan. Piutang ini diharapkan akan direalisasikan dalam waktu satu
tahun.
Penyajian
dalam Laporan Keuangan
Penyajian
piutang usaha dan piutang lain-lain dalam laporan keuangan harus secara
terpisah dengan menggunakan identifikasi yang jelas. Sebagai contoh, desebutkan
piutang penjualan angsuran.
Piutang
dalam laporan keuangan tersebut juga dinyatakan sebesar jumlah kotor tagihan
diikuti dengan jumlah taksiran piutang yang tidak dapat ditagih atau piutamg
yang diragukan.
Bentuk
piutang lain-lain seperti piutang yang dijaminkan disyaratkan harus diungkapkan
dalam catatan laporan keuangan. Demikian pula diperlukan penjelasan untuk
penjualan yang diikuti perjanjian untuk dibeli kembali.
Akuntansi
Atas Piutang
Perlakuan
akuntansi atas piutang tetap mendasarkan pada SAK. Dalam transaksi penjualan
biasanya juga terdapat syarat jual beli yang menunjukkan unsur penjualan
kredit, sebagai contoh 3/10 dan n/10. Persyaratan dimaksudkan bahwa potongan
tunai 3% diberikan apabila pembayaran dilakukan dalam jangka waktu sepuluh
setelah tanggal transaksi, namun kredit harus dilunasi sepenuhnya dalam 30
hari.
Metode
Penghapusan Piutang
Kemungkinan
tidak semua jumlah piutang dapat ditagih. Jika jumlah piutang yang tidak dapat
ditagih relatif kecil, maka perusahaan tidak membentuk cadangan. Sebaliknya
apabila piutang ini jumlahnya cukup besar dan berisiko, sebaiknya perusahaan
membentuk cadangan.
Metode
penghapusan piutang uang digunakan:
a.
Metode Penghapusan Langsung (Direct
Write-off Method)
Pada periode di mana
terdapat piutang yang tidak dapat ditagih, maka pada saat itu dilakukan
pencatatan.
b.
Metode Penyisihan/Pencadangan (Allowance
Method)
Dengan metode ini, piutang yang
diperkirakan tidak dapat ditagih dicatat melalui ayat jurnal.
Penyisihan
Piutang Tidak Tertagih
Pada prinsipnya
terdapat dua cara dalam menetapkan jumlah penyisihan piutang tidak tertagih.
Ø
Atas
dasar Saldo Piutang
Cara ini dilakukan
dengan menetapkan suatu persentase terhadap saldo piutang rata-rata atau
golongan unsur piutang pada akhir periode.
Contoh:
Saldo piutang per 1
Januari 2009 sebesar Rp 10.000.000,00 dan saldo piutang per 31 Desember 2008 Rp
20.000.000,00 diasumsikan penyisihannya 2%.
Besarnya
penyisihan piutang tidak tertagih dihitung sebagai berikut:
Saldo piutang
rata-rata =
Rp10.000.000 + Rp 20.000.000
2
=
Rp 15.000.000
Penyisihan piutang
tidak tertagih = 2% x Rp
15.000.000
=
Rp 7.500.000
Ø Atas dasar Saldo Penjualan
Cara ini juga
dilakukan dengan menetapkan persentase tertentu terhadap penjualan. Dasar yang
digunakan dapat menggunakan penjualan kredit atau total penjualan.
Contoh:
Total penjualan
kredit tahun 2007 Rp 140.000.000,00. Persentase penyisihan yang ditetapkan
perusahaan 2% dari penjualan. Besarnya saldo penyisihan piutang tak tertagih
(2% x Rp 140.000.000) = Rp 2.8000.000, sedangkan biaya piutang tidak tertagih
juga sama, yaitu (2% x Rp 140.000.000) =
Rp 2.800.000
Apabila cara ini
yang digunakan, maka jumlah penyisihan sama dengan yang
dibebankan sebagai biaya.
Pembebanan Biaya Piutang Tidak
Tertagih
Sebagai
contoh diketahui bahwa besarnya penyisihan yang harus dibentuk pada tahun 2008
sebesar Rp 7.500.000. Jumlah tersebut harus tampak di neraca dengan akun
“Penyisihan Piutang Tidak Tertagih”. Selanjutnya untuk menentukan berapa
besarnya yang dibebankan sebagai biaya, saldo awal akun “Penyisihan Piutang
Tidak Tertagih” perlu diperhatikan dahulu.
Diasumsikan
saldo awalnya kredit sebesar Rp 3.000.000 selisihnya
(Rp 7.500.000 – Rp
3.000.000) = Rp 4.500.000 menjadi biaya tahun yang bersangkutan dengan ayat
jurnal penyesuaian:
Tgl
|
Akun
|
Debit (Rp)
|
Kredit
(Rp)
|
|
Biaya
Piutang Tidak Tertagih
Penyisihan Piutang Tidak Tertagih
|
4.500.000
|
4.500.000
|
Demikian
pula sebaliknya apabila saldo debit akun “Penyisihan Piutang Tidak Tertagih”
sebesar Rp 1.000.000 maka AJP yang dibuat:
Tgl
|
Akun
|
Debit (Rp)
|
Kredit
(Rp)
|
|
Biaya
Piutang Tidak Tertagih
Penyisihan Piutang Tidak Tertagih
|
8.500.000
|
8.500.000
|
Bila
dasar saldo penjualan yang digunakan, maka besarnya piutang tidak tertagih yang
dibebankan sama dengan penyisihan, maka pembebanannya dibuat adalah AJP seperti
berikut ini:
Tgl
|
Akun
|
Debit (Rp)
|
Kredit
(Rp)
|
|
Biaya
Piutang Tidak Tertagih
Penyisihan Piutang Tidak Tertagih
|
2.800.000
|
2.800.000
|
Penghapusan
Piutang
Pada
bulan Januari tahun 2011 ternyata piutang kepada Tn.Yaman sebesar Rp 10.000.000
tidak dapat ditagih.
Ayat jurnal yang dibuat
pada saat penghapusan piutang:
Tgl
|
Akun
|
Debit (Rp)
|
Kredit
(Rp)
|
|
Penyisihan
Piutang Tidak Tertagih
Piutang Usaha
|
10.000.000
|
10.000.000
|
Perlu
diperhatikan bahwa atas penghapusan piutang telah didebit pada akun “Penyisihan
Piutang Tidak Tertagih” dan tidak pada akun “Biaya”. Pembebanan akibat piutang
tidak dapat ditagih telah dilakukan pada waktu pembenttukan penyisihan.
Bagaimana
selanjutnya apabila piutang yang telah dihapuskan ternyata debitur melunasi
utangnya, maka dapat dibuat AJP sebanyak dua kali, yaitu:
1. Penyesuaian
dengan menimbulkan kembali saldo piutang
Tgl
|
Akun
|
Debit (Rp)
|
Kredit
(Rp)
|
|
Piutang
Usaha
Penyisian Piutang Tidak Tertagih
|
10.000.000
|
10.000.000
|
2. Pada
saat penerimaan pelunasan piutang
Tgl
|
Akun
|
Debit (Rp)
|
Kredit
(Rp)
|
|
Kas
Piutang Usaha
|
10.000.000
|
10.000.000
|
Akuntansi
Pajak
Kalau
wajib pajak berarti pengusaha kena pajak, wajib pajak (pengusaha) itu wajib
memungut PPN atas penyerahan barang dan jasa kena pajak yang dilakukannya.
Secara teoretis pengakuan dan pembukuan terhadap penjualan dilakukan pada saat
pengiriman barang yang diikuti dengan penerbitan faktur (komersial). Untuk
tujuan perpajakan (PPN), pengusaha diminta untuk menerbitan faktur pajak
selambatnya 30 hari setelah penyerahan barang (faktur standar) atau
bersama-sama pada akhir bulan (faktur gabungan). Karena ada dua faktur
(komersial dan pajak) menjadi masalah bagi pengusaha kapan penjualan barang dan
jasa harus dibukukan (diakui). Untuk tujuan pajak penghasilan, saat pencatatan
penjualan pada umumnya mengikuti praktek akuntansi komersial. Untuk keperluan
PPN tentunya saat pencatatan penjualan dapat berbeda dengan saat pencatatan
menurut akuntansi komersial dari pajak penghasilan. Namun, karena bersumber
dari transaksi yang sama kedua jumlah itu harus dapat direkonsiliasikan.
Misalnya, penyerahan barang dilakukan pada 20 oktober 1996 Rp10.000.000,00.
Faktur komersial dikeluarkan bulan Oktober, selaras dengan ketentuan perpajakan
faktur pajak yang dikeluarkan pada 19 November 1996. Untuk tujuan akuntansi
komersial dan pajak penghasilan penjualan itu diakui terjadi pada Oktober.
Sementara itu, untuk tujuan PPN penjualan itu dilaporkan sebagai penyerahan
pada November.
Dalam
akuntansi komersial sering terjadi pemberian potongan perniagaan (trade discount) dan potongan tunai (cash discount). Selain itu, sering
terjadi retur penjualan. Praktek akuntansi komersial (dengan mengurangkannya
kepada penjualan bruto) tampak diikuti oleh ketentuan pajak. Namun, pembukuan
penyisihan (allowance) untuk potongan
tunai dan retur penjualan kelihatannya tidak diperkenankan untuk tujuan
perpajakan karena ketentuan pajak lebih menekankan pada keadaan senyatanya dan
bukan bersifat antisipatif dengan penyisihan itu.
Adalah
kelaziman dalam praktek akuntansi komersial untuk membentuk penyisihan
(cadangan) guna mengantisipasi kemungkinan kerugian dari piutang tidak
tertagih. Terhadap piutang yang diragukan tingkat kolektibilitasnya perusahaan
dapat menghapusbukukan dan membebankannya kepada cadangan dimaksud. Ketentuan
pajak tidak memperkenankan pembentukan cadangan penghapusan itu. Ketentuan
pajak lebih melihat realitas dan memberlakukan metode penghapusan (piutang)
langsung (direct written of).
Ketentuan pajak lebih mengenal istilah penghapustagihan daripada
penghapusbukukan piutang. Jadi, kerugian penghapusan piutang hanya diakui
apabila telah diupayakan secara nyata penagihannya. Dalam Penjelasan
Undang-Undang diberikan contoh upaya nyata, misalnya, berupa penyerahan piutang
ke kantor lelang atau pengadilan. Kalau terjadi pembebasan utang, sesuai dengan
ketentuan Pasal 4 ayat (1) bagian (k) UU PPh 1984 pembebasan itu dianggap
merupakan penghasilan (kene pajak) bagi debitor. Dalam hubungan dengan
penghapusan piutang dan pembebasan utang seseorang dapat mempertanyakan apakah
kedua istilah itu dapat dipersamakan sehingga penghapusan piutang oleh kreditor
langsung dianggap sebagai penghasilan debitor.
Akan
tetapi, untuk jenis usaha tertentu (bank dan asuransi), SKMK No.80/KMK.04/1995
tanggal 6 Februari 1995 memperkenankan pembentukan cadangan. Besarnya cadangan
tiap tahun dihitung berdasarkan pendekatan neraca (a) bank baik pemerintah
maupun swasta 3% dari rata-rata saldo piutang awal dan akhir; (b) perusahaan
sewa guna usaha dengan hak opsi 2,50% dari rata-rata saldo awal dan saldo akhir
piutang; (c) asuransi kerugian 40% dari premi. Selain itu, cadangan kerugian
untuk asuransi kerugian sebesar klaim kerugian yang telah ditetepkan oleh tim penyelesaian
perusahaan, sedangkan cadangan premi untuk asuransi jiwa dihitung berdasarkan
perhitungan aktuaria yang telah mendapat pengesahan dari Direktorat Jenderal
Lembaga Keuangan (Departemen Keuangan). Sementara itu, perusahaan pertambangan
deperbolehkan membentuk cadangan dana reklamasi berdasarkan metode satuan
produksi dengan penitipan dana reklamasi ke bank pemerintah.
Sebagai
contoh, dalam tahun 1995 piutang awal suatu bank swasta Rp10.000.000,00,
sedangkan saldo akhirnya Rp25.000.000,00. Dalam tahun 1995 itu terdapat
penghapusan piutang Rp100.000,00. Saldo akhir piutang tahun 1996
Rp5.000.000,00. Dari data itu dapat dilakukan beberapa perhitungan sebagai
berikut.
1. Jumlah
cadangan penghapusan piutang pada akhir tahun 1995 adalah 3% x (10.000.000 +
25.000.000) : 2 = Rp525.000,00.
2. Dengan
adanya penghapusan piutang Rp100.000,00 maka untuk mendapatkan saldo cadangan
piutang Rp525.000,00 harus ada pembebanan ke laba-rugi Rp625.000,00.
3. Jumlah
cadangan penghapusan piutang yang harus ada pada akhir tahun 1996 adalah 3% x
(25.000.000 + 5.000.000) : 2 = Rp 450.000,00.
4. Karena
saldo cadangan piutang lebih besar dari ketentuan, sejumlah Rp175.000 harus
dipindahkan sebagai penghasilan (kena pajak) ke rugi-laba tahun 1996.
Dalam praktek akuntansi komersial, karena tidak
dikomunikasikan kepada debitor, piutang yang sudah dihapusbukukan (oleh
kreditor) adakalanya dibayar kembali (recovered) oleh debitor. Pembayaran
kembali piutang yang sudah dihapus itu secara tradisional dibukukan kepada
cadangan penghapusan piutang (sebagai penambahan dana). Dari aspek perpajakan
sebetulnya transaksi penghapusan pitang tak tertagih sudah dianggap sebagai
penghasilan bagi debitor. Apabila dilakukan penetapan pajak yang terutang oleh
debitor, mutasi penghasilan itu tentu diketahui oleh pihak debitor. Oleh karena
itu, apabila hal itu dilakukan bisa jadi akan terdapat tendensi kemungkinan
pembayaran kembali oleh debitor agak tipis. Namun, kalau terjadi pembayaran
kembali oleh debitor misalnya, sebagai uang “pembasuh batin” hal itu perlakuannya
dapat (a) tidak dikenakan pajak (bagi kreditor) dab bukan biaya pengurang (bagi
debitor) dengan pendekatan
nontaxable-nondeductible, atau (b) dikenakan pajak pada kreditor dengan
memperkenalkan sebagai biaya pengurang (badi debitor) dengan pendekatan keterbalikan
(reversel rule), yaitu taxability-deductibility.
Dengan
semakin beragamnya metode pendanaan bisnis, kreditor dapat menguangkan piutang
sebelum tanggal jatuh tempo. Cara yang dapat ditmpuh, seperti (a) penarikan
pinjaman dengan jaminan piutang (pledging
of account receivables), (b) menggadaikan piutang (assigment of account receivables), (c) pengalihan hak penagihan
piutang (anjak piutang; factoring of
account receivables), dan (d) penjualan piutang (outright sale of account receivables). Biaya finansial yang dibayar
dan diskonto yang ditanggung pemilik piutang merupakan biaya baginya dan
penghasilan bagi pihak kedua.
Piutang Yang Lain
Piutang
yang sering terjadi kerena transaksi di luar aktivitas usaha pada umumnya
dikelompoknya sebagai piutang yang lain. Piutang itu dapat terjadi karena (a)
penjualan sekuritas atau harta selain persediaan; (b) pinjaman (uang muka)
kepada pesero, direktur, pengurus, karyawan atau orang lain dan kepada
perusahaan afiliasi; (c) setoran atau deposito kepada kreditor, perusahaan,
atau instansi lain; (d) pembayaran di muka atas biaya kontrak; (e) klaim
kerusakan atau kerugian; (f) klaim restitusi pajak atau pembayaran
pemindahbukukan pajak.
Terhadap
kelompok piutang ini dapat diikuti praktek akuntansi komersial. Namun, piutang
kepada perusahaan afiliasi, persero, direktur, pengurus atau orang lain yang
mempunyai hubungan istimewa dengan wajib pajak, untuk tujuan pajak dapat
dipertanyakan keasliannya. Piutang itu dapat dikarakterisasi kembali menjadi
penyertaan (pada perusahaan afiliasi) atau penghasilan (direktur, misalnya).
Kalau untuk tujuan pajak, berdasarkan ketentuan Pasal 18 ayat (4) UU PPh,
piutang kepada perusahaan afiliasi direkarakterisasi sebagai modal maka
terdapat dualisme pengelompokan dalam penyelenggaraan pembukuan. Untuk
pembukuan komersial jumlah itu akan tetap sebagai piutang afiliasi, sedangkan
untuk tujuan laporan keuangan fiskal jumlah itu dimasukkan dalam kelompok
penyertaan pada perusahaan afiliasi atau investasi. Teknik pembukuannya,
mungkin cukup dibuat catatan kaki pada akuntansi komersial (full disclosure). Bagi kreditor
rekarakterisasi piutang menjadi penyertaan dapat membawa keuntungan perpajakan
apabila atas piutang itu dibayarkan bunga oleh debitor karena bunga
diperlakukan senagai dividen. Berdasarkan katentuan Pasal 4 ayat (3) bagian (g)
UU PPh, dividen antarbadan seperti itu dibebaskan dari pengenaan pajak.
E.
Persediaan
Persediaan
menunjuk kepada aktiva yang atau pengertian persediaan menurut PSAK (2007)
digunakan untuk menyatakan asset yang:
a.
Tersedia untuk dijual dalam kegiatan
usaha normal, baik barang dagangan maupun barang jadi untk manufaktur;
b.
Berada dalam proses produksi(barang
dalam proses untuk manufaktur dan pekrjaan dalam proses untuk kontraktor;
c.
Dalam bentuk bentuk bahan baku atau perlengkapan
( bahan pembantu) untuk digunakan dalam proses produksi atau pemberian jasa.
Persediaan dapat pula dikaitkan dengan hak pemilikan
barang sesuai syarat penyerahan pada saat transaksi yang meliputi :
1. Barang
dalam perjalanan (in transit)
Pemilikan
barang ini sangat bergantung pada saat penyerahannya. Kemungkinan biaya
pengangkutan ditanggung pembeli, maka barang tersebut menjadi milik pembelian,
demikian pula sebaliknya.
2. Barang
titipan (barang komisi)
Barang
komisi yang belum terjual jelas milik pihak yang menitipkan barang. Ditinjau
dari pihak yang menitipkan, barang tersebut sering disebut barang konsinyasi.
Dalam
akuntansi terdapat dua system pencatatan persediaan yaitu
- Sistem Perpetual
Dalam
system perpetual ini persediaan biasanya dapat diketahui secara terus menerus
tanpa melakukan inventarisasi fisik (stock opname). Oleh karena itu setiap
jenis barang dibuat kartu, dan setiap mutasi persediaan dicatat dalam kartu,
baik harga maupun jumlah barang, sehingga pengendalian persediaan menjadi sangat
mudah yaitu dengan melakukan pencocokan antara Kartu Persediaan dan hasil
inventarisasi fisik.
- Sistem periodic
Dalam
system periodic, persediaan dihitung dengan melakukan inventarisasi pada akhir
periode. Hasil penghitungan tersebut dipakai untuk menghitung Harga Pokok
Penjualan. Pada system periodeik, setiap mutasi persediaan tidak dibuatkan
pencatatan dan penghitungan persediaannya, seperti telah disebutkan dan tetap
dilakukan pengendalian persediaan.
Metode Penilaian Persediaan
Penetapan
besarnya nilai persediaan akhir atau Harga Pokok Penjualan dapat menggunakan
metode :
- Berdasarkan Harga Perolehan
a. Metode
Identifikasi Khusus
Metode
ini berasumsi bahwa arus barang sama dengan arus biaya, sehingga setiap
kelompok barang diberi identifikasi dan dibuat kartu. Dengan demikian, Harga
Pokok untuk setiap barang dapat diketahui, sehingga harga pokok penjualan
terdiri atas harga pokok barang yang dijual dan sisanya sebagai persediaan
akhir.Metode identifikasi khusus umumnya digunakan untuk perusahaan yang mempunyai
persediaan barang relative sedikit tetapi harga per unitnya besar. Sebagai
akibat persediaan barangnya dapat diidentifikasi secara khusus, perhitungan
harga pokok penjualan dan harga pokok persediaan menggunakan arus harga pokok
sebenarnya dari persediaan.
b. Metode
FIFO
Metode
ini mendasar pada asumsi bahwa barang yang masuk pertama akan dikeluarkan
pertama.
c. Metode
LIFO
Cara
ini digunakan dengan mendasarkan pada asumsi bahwa arus pembebanan ke Harga
Pokok Penjualan berdasarkan pada harga pembelian terakhir.
d. Metode
Rata-rata
Dengan
metode rata-rata pembebanan ke harga pokok untuk barang yang dijual atau untuk
persediaan akhir menggunakan rata-rata. Metode harga rata-rata terdiri atas :
1) Rata-rata
sederhana (simple average)
Harga
rata-rata dihitung dengan cara menjumlahkan harga pokok per unit (tanpa
mengalikan jumlah barang) dibagi dengan banyak harga.
2) Rata-rata
bergerak (moving average)
Seperti
pada penghitungan rata-rata tertimbang, pembebanan ke harga pokok penjualan
dilakukan setiap terjadi pembelian.
- Berdasarkan Estimasi
Penetapan
besarnya nilai persediaan akhir dapat dilakukan dengan mendasarkan estimasi
pada :
a. Metode
Laba Kotor
Pada
metode ini nilai persediaan akhir dihitung mundur dan biasanya digunakan dalam
keadaan khusus. Sebagai contoh, perusahaan dalam kondisi terbakar, sehingga
sulit menetapkan secara fisik nilai persediaan akhir.
b. Metode
Eceran (Ritel)
Dalam
metode eceran, penetapan nilai persediaan akhir berdasarkan pada harga yang
berlaku di pasar (market value). Harga pokok persediaan diestimasi atas dasar
hubungan harga pokok dengan harga jual eceran untuk persediaan yang sama dengan
cara mengakumulasi semua harga eceran dari persediaan yang dijual. Demikian
halnya, persediaan pada harga eceran diperoleh dengan menggunakan penjualan dengan
harga eceran persediaan untuk dijual pada periode yang sama.
Metode penilaian lainnya
Sebagaimana
telah dijelaskan, menetapkan Nilai persediaan akhir atau harga pokok penjualan
tidak didasarkan pada harga perolehan. Hal ini terjadi apabila ternyata manfaat
persediaan tidak sepadan dengan harga pokoknya, sebagai contoh akibat kerusakan
fisik barang atau sebab lainnya. Oleh karena itu, dalam menetapkan persediaan
akhir atau harga pokok penjualan digunakan :
- Harga terendah antara harga perolehan dan harga pasar (Lower of Cost or Market whichever is Lower-LOCOM)
- Nilai Jual
Akuntansi Pajak
Sebagaimana telah dijelaskan, berfluktuasinya barang
jadi atau bahan baku sebagai arus masuk dan arus keluar menimbulkan harga juga
yang berfluktuasi, sehingga menimbulkan juga persoalan penilaian persediaan di
dalam harga pokok penjualan.
Dari sisi praktik akuntansi komersial dan akuntansi
pajak, tidak ada perbedaan prinsip dalam metode pencatatannya, sehingga metode
pencatatan yang dapat digunakan adalah system perpetual, baik rata-rata maupun
FIFO, atau metode fiscal (kolektif) yang
dijelaskan dalam penjelasan Pasal 10 ayat (6) Undang-undang Pajak Penghasilan.
Penghitungan menggunakan metode rata-rata atau FIFO
dapat dipelajari pada contoh penghitungan sebagaimana telah disampaikan pada
Praktik Akuntansi Komersial. Masalah pelaporan persediaan, sebagaimana telah
diatur dalam PSAK No. 14 tahun 2007
bahwa persediaan dalam neraca dinyatakan sebesar harga pokok atau perolehan (at
cost) atau dinyatakan berdasarkan :
- Harga terendah antara harga pokok dan harga pasar
- Harga jual
Untuk kepentingan penghitungan pajak penghasilan,
Pasal 10 ayat 6 Undang-undang Pajak Penghasilan menyatakan bahwa persediaan
harus dinilai berdasarkan harga perolehan. Dengan demikian wajib pajak yang melakukan
penilaian berdasarkan harga jual produk tidak sesuai dengan Undang-undang
pajak, harus mengacu kembali pada ketentuan Undang-Undang Pajak yatiu harga
perolehan sebagai dasar penilaian persediaan.